
Tulisan ini membahas asas “Geen Straf Zonder Schuld” atau lazimnya disebut sebagai asas “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan”. Asas geen straf zonder schuld merupakan salah satu prinsip fundamental dalam hukum pidana yang berarti “tidak ada pidana tanpa kesalahan.” Asas ini menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman pidana apabila tidak memiliki kesalahan secara hukum maupun moral dalam melakukan suatu perbuatan yang dilarang sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, kesalahan merupakan dasar pertanggungjawaban pidana (schuld als grondslag van de straf).
Asas ini berakar dari pandangan klasik dalam hukum pidana yang menempatkan manusia sebagai makhluk bermoral dan berakal, yang hanya dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya jika dilakukan dengan kesadaran dan kehendak bebas. Oleh karena itu, pidana hanya dapat dijatuhkan apabila terdapat unsur perbuatan melawan hukum atau perbuatan yang bersalah (actus reus) dan sikap batin yang bersalah (mens rea).
Dalam konteks hukum pidana Indonesia, asas ini tercermin dalam berbagai ketentuan KUHPidana, antara lain dalam Pasal 44 KUHPidana yang menyatakan bahwa “orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena gangguan jiwa tidak dapat dijatuhi pidana”. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun perbuatan pidana dilakukan, tetapi jika pelaku tidak memiliki kesalahan, maka asas geen straf zonder schuld melindungi pelaku dari pemidanaan.
Prinsip ini juga berfungsi sebagai batas etis dan filosofis dalam penegakan hukum pidana, karena memastikan bahwa pemidanaan tidak dijatuhkan secara sewenang-wenang. Tanpa adanya asas ini, hukum pidana akan kehilangan dimensi keadilan, sebab seseorang bisa saja dipidana semata-mata karena akibat perbuatannya, tanpa memperhatikan adanya kesengajaan, kelalaian, atau kemampuan bertanggung jawab sebagaimana yang tertuang pada unsur-unsur pertanggungjawaban pidana.
Dengan demikian, asas geen straf zonder schuld tidak hanya berfungsi sebagai landasan pertanggungjawaban pidana, tetapi juga sebagai perlindungan hak asasi manusia dalam sistem peradilan pidana. Ia memastikan bahwa pidana hanya dijatuhkan kepada mereka yang benar-benar bersalah secara hukum dan moral, sesuai dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
Pesan penulis “Orang yang rajin membaca tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga memperdalam cara berpikir dan memperhalus budi”
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca

